Walaupun SMA Regina Pacis Bogor merupakan sekolah Katolik, hal ini tidak menghalangi pelajar, guru, dan karyawan beragama lain bersekolah dan berkarya di sekolah ini. Enam puluh tahun lebih telah menjadi bukti.Tak hanya perbedaan agama, perbedaan ras dan etnis juga bukan hal asing. Berbagai bentuk dan karakter wajah serta warna kulit bisa dijumpai. Adanya pengajaran serta kesadaran solidaritas dan kebersamaan menjadi alasan tingginya toleransi. Tidak jarang dijumpai di satu kelas terdapat logat berbeda, cara bicara khas, dan perawakan yang unik.
Perbedaan fisik dan karakter bukan penghambat bagi setiap warga menjalin relasi. Selain perbedaan di atas, keberagaman dan keunikan lain mudah ditemui di sekolah kami. Banyak murid datang dari luar Bogor dan luar Pulau Jawa. Karena itu, banyak murid menjadi anak kos.
Keberagaman lainnya adalah cara murid pergi ke sekolah. Ada yang diantar kendaraan pribadi, ikut antar-jemput, naik kendaraan umum, sepeda, sampai berjalan kaki. Karena itu, pemandangan pada pagi hari di sekolah kami begitu unik karena keragaman ini.
Perbedaan bukan sebagai penghalang, melainkan kekayaan. Perbedaan etnis, agama, suku, dan budaya menghasilkan pengalaman serta cerita-cerita unik yang meluaskan wawasan. Talenta dan bakat murid-murid pun berbeda-beda dan tersalur dalam prestasi akademik ataupun nonakademik. Cara warga sekolah berinteraksi satu sama lain juga tidak pernah membeda-bedakan. Semua setara.
Di samping perbedaan yang berciri khas, warga SMA Regina Pacis Bogor punya visi dan misi yang sama. Kebersamaan didahulukan untuk mencapai tujuan bersama. Minggu (29/11) lalu diadakan doa bersama untuk salah satu murid yang sedang sakit di aula. Setiap perwakilan agama bergantian mendoakan temannya yang sakit.
Bentuk lain diwujudkan dalam penyelenggaraan pentas seni setiap tahun. Kesuksesan pensi tersebut menjadi kebanggaan bersama bagi semua warga SMA Regina Pacis Bogor dan menjadi bukti konkret dari keselarasan murid-murid yang berbeda tetapi satu. Beragam itu keren.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Desember 2015, di halaman 35 dengan judul “Beragam Itu Keren”