Memotong suatu material tentunya harus dgn alat yg terbuat dari material yg lebih keras. Membengkokkan suatu objek tentunya harus dgn cengkeraman dan gaya yg sesuai besarnya. Namun bagaimana jika memotong, membengkokan dan membentuk logam di masa datang dapat dilakukan tanpa kontak, tanpa kekerasan, bahkan tanpa sentuhan sama sekali ?
Salah satu teknik yg menjanjikan utk memanipulasi material logam adalah proses electromagnetic forming. Proses ini mengandalkan gaya elektromagnetik saat memberi perlakukan thd suatu objek atau material. Jadi tidak ada kontak antara sumber energi dan objek yg dipotong atau dibentuk. Fenomena ini ditemukan pertama kalinya oleh Hans Christian Ørsted pada tahun 1820. Proses electromagnetic forming memanfaatkan gaya elektromagnetik yg dihasilkan suatu kumparan utk memotong atau membentuk material logam. Mekanisme yg digunakan tidak sederhana. Mewujudkan fenomena ini harus dilakukan melalui sistem mekanik dan elektrik yg didesain dan dibuat secara presisi.
Walau menarik, proses ini secara praktis belum bisa diterapkan dalam dunia industri nyata, dan sejauh ini masih dalam fase eksperimentasi. Pasti ada alasan mengapa gagasan ini belum berkembang pesat walaupun sudah berumur hampir 2 abad. Lambatnya pengembangan teknologi ini diduga terjadi karena adanya beberapa kelemahan yg mengurangi kepraktisan aplikasinya. Salah satunya adalah efek eddy current, yaitu pusaran arus listrik terlokalisasi yg diakibatkan tidak meratanya medan magnet.
Samuel dan Ivan, keduanya siswa kelas XI MIPA 2, merupakan tipe siswa yg gemar membaca bacaan-bacaan saintifik. Imajinasi mereka thd suatu kejadian fisika yg mereka minati begitu kuat. Mereka sanggup membayangkan dalam pikirannya secara detail tentang suatu proses yg hanya mereka dapatkan melalui narasi-narasi bacaannya. Mereka menemukan kasus ilmiah ini dan membawanya kepada para alumni pengarah. Meminta pendapat sekaligus mengajukan usulannya utk mengkaji dan menelitinya. Bahkan bagi para alumni dan guru pembimbing, topik yg mereka angkat ini sangatlah ‘berat’ utk dibimbing. Pembimbingnya harus belajar dulu, mengejar apa yg mereka sudah lama pelajari.
Penemu aslinya, menggunakan sumber daya DC. Kali ini Samuel dan Ivan berpikir utk menggantinya dgn sumber AC, utk sejumlah alasan. Dalam skema aslinya, sumber daya mengalirkan denyutan arus DC yg sangat kuat ke kumparan selama beberapa mikrosekon, dan kumparan tersebut akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet itu akan menginduksi arus di sekitar benda kerja, lalu menghasilkan medan sekunder. Sesuai aturan Hukum Lenz, kedua medan magnet yg terjadi akan saling mendorong. Benda kerja akan terdorong ke bagian tengah kumparan dgn kecepatan yg sangat tinggi (mendekati 300 m/s). Kondisi ini akan mengubah wujud material menjadi wujud visco-plastic yg meningkatkan formabilitas material tanpa melemahkannya. Setelah itu benda kerja akan berubah bentuk secara permanen (Daehn, dkk., 2005).
Samuel dan Ivan akan membuat model eksperimen di lab. Tentunya penggunaan arus AC membawa tantangannya sendiri untuk diaplikasikan. Apalagi sarana lab fisika di level SMA sejauh ini belum menjangkau peragaan-peragaan fenomena elektromagnetik secara mendalam. Seorang reviewer pakar di Kemdikbud yg menyeleksi proposal para peserta Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia, tertarik pada gagasan penelitian Samual dan Ivan. Beliau juga telah lama mengikuti perkembangan teknologi ini. Sederet saran diberikan kepada Samuel dan Ivan, sekaligus menyatakan kesediaan beliau berperan sebagai pembimbing hingga penelitian Samuel dan Ivan selesai dilakukan pada September mendatang.
Sumber: Facebook