Hidup hari gini enaknya serba personal. Kalo bisa semua dibikin serba ‘GUE BANGET’. Ini bukan sesuatu yg lebai. Ini tren gaya hidup hampir semua bangsa di bumi hari ini. Satu password untuk berbagai aplikasi. Satu kartu untuk sejumlah identitas. Satu akun untuk berbagai tunjangan sosial. Satu gadget untuk berbagai transaksi. Satu kartu untuk berbagai moda transportasi. Ini seakan menjadi keyword baru bisnis layanan yg sedang diperlombakan sejumlah provider kelas dunia. Google, Visa, Apple, Alibaba, dan lain-lain, semua berlomba. Tak ketinggalan juga badan-badan pelayanan pemerintah. Layanan satu kartu bahkan sempat menjadi gimik politik pada pemilu yang lalu.
Lalu apa keuntungan dari semua kepersonalan ini ? Tidak lain: kepraktisan dan keamanan.
Fakta ini telah membuat Farhan (X MIPA 5) dan Andra (XI MIPA 2) tertarik untuk berpartisipasi pada isu kepersonalan ini. Terutama setelah melihat penayangan video tentang toko tanpa kasir Amazon Go yang disuguhkan oleh alumni Budi G. Sadikin pada acara Hearing Alumni bulan April yg lalu. Budi yang sangat peduli dengan kemajuan layanan perbankan yang semakin personal ini mencoba membuka pandangan para siswa tentang impak teknologi dalam mengubah paradigma transaksi keuangan.
Namun Farhan dan Andra tidak berhenti di sini. Farhan yg sejak kelas 6 SD sudah diperkenalkan ayahnya pd dunia pemrograman komputer, juga pemerhati teknologi biometrik. Biometrik adalah istilah teknis terkait aspek pengukuran tubuh manusia. Biometrik sering digunakan untuk menghasilkan informasi unik atas fisik seseorang, seperti sidik jadi, sidik telapak tangan, sidik retina, dan lain-lain. Dalam dunia teknologi informasi, biometrik sering digunakan sebagai sarana otentikasi untk tujuan identifikasi dan access control. Farhan dan Andra berpikir untuk menggunakan keunikan sidik jari sbg sarana otentikasi transaksi keuangan dan sekaligus memuat informasi elektronik tentang rekening bank seseorang layaknya sebuah kartu ATM. Mereka berpendapat bahwa sidik jari punya potensi menjadi alternatif identitas transaksi pengganti kartu dan QR-code pd gadget. Dari segi keamanan, kartu dan gadget bisa hilang. Tapi sidik jari akan nempel terus ke manapun tangan si pemilik pergi.
Farhan dan Andra membayangkan potensi biometrik ini jika bisa dihubungkan dengan jaringan data yg lebih besar, seperti misalnya melalui infrastruktur IoT (Internet of Things). Menghubungkan informasi sidik jari dalam jaringan IoT mereka pikirkan akan memberikan dampak terhadap paradigma kepersonalan, sekaligus kepraktisan dan keamanan. IoT itu sendiri adalah jaring raksasa dari “semua hal” yang terhubung, termasuk hubungan manusia, baik hubungan antar manusia, manusia-benda, maupun hubungan antar benda (Savitri, 2019).
Farhan dan Andra akan mengawali penelitiannya dgn mendesain skema transaksi pembayaran dari beberapa kasus sederhana. Setelah itu skema tsb akan mereka wujudkan melalui integrasi perangkat keras dan lunak. Aplikasi sistem pembayaran ini kemudian akan mereka ujicobakan dan demonstrasikan pd kantin sekolah SMARP. Tujuan penelitian akan mereka batasi pd mengembangkan, membangun dan mendemonstrasikan ‘proof of concept’ dari sistem pembayaran non tunai dgn identitas sidik jari di lingkungan terbatas. Dari sini mereka berharap bisa berkontribusi tentang ide alternatif sistem pembayaran non tunai yang lebih personal dan aman.
Sumber: Facebook