Menarik diri sejenak dari rutinitas itu sangatlah penting. Selain untuk istirahat, juga untuk menengok kembali setiap hal yang telah dilakukan. Demikian juga dengan para guru SD Regina Pacis. Mereka jeda sejenak selama 3 hari dalam retret bersama di Wisma Puspanita Ciawi pada 6-8 November 2019 lalu.
Tepat pukul 16.30 para guru memenuhi ruang pertemuan. Sambutan Suster Christina Sri Murni FMM, ketua Yayasan Regina Pacis, menadai dimulainya retret ini. Dilanjutan dengan sesi pertama oleh Romo Christoporus Wahyu Triharyadi SCJ. Romo yang biasa disapa Romo Wahyu ini menjadi pembicara utama selama 3 hari. Tema retret kali ini adalah “Tumbuh dalam Berbelaskasihan”.
Dalam retret ini, guru-guru mendalami materi sambil bermain. Terutama permainan menyampaikan pesan sederhana. Tentu saja permainan ini bukan semata untuk hiburan. Dibaliknya mereka dilatih untuk memiliki kepekaan hati dan telinga untuk saling mendengar, mendengarkan pesan dari seseorang.
Selain permainan, guru juga diajak untuk bermeditasi. Mereka dituntun untuk menyadari bahwa kita adalah ibarat sebutir biji. Biji itu ditabur oleh Tuhan di ladang pendidikan. Melalui meditasi ini, guru-guru diajak untuk merenungkan dan mengahayati posisi sebagai sebutir biji. Apa yang terjadi pada sebutir biji itu di ladang Tuhan?
Hari kedua, kegiatan dibuka dengan senam pagi. Senam mengantar mereka untuk merasakan gerak otot dan tubuh dalam retret ini. Dilanjutkan dengan permainan tepuk Indonesia dan membaca Alkitab. Guru-guru diberi tugas untuk membaca dan memahami isi Alkitabz. Tidak sampai di situ pembaca Liputan Recis. Guru-guru diminta untuk membuat adegan diorama berdasarkan Alkitab. Wah, keren kan? Diorama adalah sejenis benda miniatur tiga dimensi untuk mengambarkan suatu pemandangan atau suatu adegan. Sebenarnya diorama ini adalah dekorasi teater di Eropa dan Amerika pada abad ke-19.
Guru-guru bersama kelompok kecilnya menampilkan diorama. Lalu, dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan dan mensharingkan pertanyaan-pertanyaan itu. Tentu saja, pertanyaan berkaitan dengan adegan diorama bersama kelompok kecilnya. Kegiatan ini berlangsung hingga sore hari. Sesi malam, bapa dan ibu guru diajak untuk sharing pengalaman hidup dengan merefleksikan gambar.
Kegiatan hari ketiga ternyata tidak kalah seru dengan hari pertama dan kedua. Diawali dengan materi bagaimana membentuk dan menanamkan karakter baik pada peserta didik. Menurut Romo Wahyu, ada 2 pola pembentuk karakter. Yaitu scarcity mentality (mental serba kekurangan) dan abundance mentality (mental serba berkelimpahan). Pola ini perlu dikembangkan untuk mendampingi anak-anak didik. Bahwa mentalitas serba kekurangan atau serba kelimpahan ini diikuti dengan pola pikir yang sama. Dengan memiliki mental serba cukup, kita dilatih untuk tidak egois, tidak serakah, dan tidak korupsi (tidak nyontek dan tidak korupsi waktu). Dan dengan memiliki mental serba kekurangan, kita dituntut untuk aktif membantu orang berkekurangan, simpati dan empati, belas kasih dan mensyukuri segala ciptaan. Sampai pada akhirnya, kita menuntun dan menumbuhkan dalam diri anak dengan karakter-karakter ini.
Sesi penutup di hari ketiga adalah para guru diminta untuk menampilkan pertunjukan kreasi. Ada yang menyanyi, drama, ataupun gerak dan lagu sesuai kesepakatan kelompok. Kegiatan ini ditutup dengan membuat pohon compassion. Kegiatan retret ini banyak memberikan hal baru bagi guru-guru. Terutama pembentukan karakter peserta didik. (Oleh Endjie, Kennan, Pandu)
Sumber: Newsletter Edisi 07, Desember 2019