Ketika berada di sebuah penerbangan pesawat, kita diberikan informasi tentang peringatan bahwa pesawat akan take off. Lebih lanjut, dalam sebuah situasi darurat, penumpang yang membawa anak kecil harus memakai masker oksigen terlebih dahulu sebelum menolong anaknya. Analogi ini dapat digunakan bagi pemimpin dalam keadaan apapun.
Pemimpin (leader), memiliki pemahaman bahwa dirinya harus menjalankan kepemimpinan (leadership). Kualitas dalam menjalankan organisasi hendaknya selaras antara perkataan dengan perbuatan (walk the talk). Banyak orang terpilih menjadi pemimpin, namun belum mampu menghadirkan karakter pemimpin dan menjalankan kepemimpinannya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan.
Sekolah Regina Pacis Bogor baru saja memperingati hari ulang tahun yang ke 72. Di dalam perayaan ulang tahun Sekolah Regina Pacis Bogor tersebut, Uskup Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, O.F.M menyinggung tentang sekolah yang telah berusia 72 tahun dalam homilinya.
Mgr. Bruno Syukur mengungkapkan bahwa dengan usia tersebut, Sekolah sebaiknya mampu menampilkan jiwa kepemimpinan dalam menampilkan hal-hal baru. Saat sekolah lain tengah beradaptasi, Sekolah Regina Pacis Bogor baiknya sudah mampu mengadopsi.
Salah satu bentuk kepemimpinan yang tidak ringan dewasa ini ialah mendapati bahwa semakin banyaknya pesaing yang diperhitungkan dari berbagai arah. Pesaing hadir dengan penetrasi hingga manuver untuk menggoyang posisi. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan siasat dalam menjalankan kepemimpinannya.
Kondisi ini turut menjelaskan bagimana kepiawaian sekolah dalam menempatkan diri. Pertanyaannya, apakah kepemimpinan harus tetap dijalankan seperti sebelumnya karena sudah puluhan tahun terbukti mampu menjadi landasan berpijak dan berkembang sebagai salah satu Sekolah di Kota Bogor? Atau kepemimpinan harus melakukan repositioning?
Sekolah Regina Pacis Bogor
Tujuh puluh dua tahun kepempimpinan ditampilkan guna merawat dan mengembangkan Sekolah Regina Pacis Bogor. Waktu ini bukanlah waktu yang pendek bagi perjalanan suatu sekolah. Berbagai macam kerikil, batu sandungan, hingga pahit-getir turut menjadi bagian perjalanan 72 tahun Sekolah ini.
Sekolah mampu tumbuh dan berkembang sampai saat ini, diyakini karena berpijak pada kultur yang telah dibentuk dan dipelihara baik oleh Yayasan Regina Pacis FMM. Demikianlah, meskipun bisa disertai pendapat dan penilaian subyektif yang berbeda-beda, usia 72 tahun adalah keberhasilan suatu pergulatan dan perjuangan bagi Sekolah Regina Pacis Bogor.
Pada tahun 2002, Sekolah Regina Pacis Bogor yang sebelumnya berada di bawah Yayasan Bakti Utama, berubah menjadi Yayasan Regina Pacis FMM. Yayasan tersebut membawahi Sekolah Regina Pacis Bogor yang memperingati hari ulang tahunnya pada tanggal 22 Agustus.
(lihat : Sejarah Sekolah Regina Pacis Bogor)
Tanggal tersebut berkaitan dengan arti Regina Pacis, Sang Ratu Damai. Ratu adalah gelar yang diberikan oleh orang Katolik bagi Maria, yang diperingati setiap tanggal 22 Agustus yaitu Perayaan Bunda Maria. Maria adalah ibunda Yesus, Santa (perempuan suci) Maria, Pelindung Sekolah Regina Pacis Bogor.
Sekolah Regina Pacis Bogor tumbuh dan berkembang di komunitas masyarakat Bogor dan sekitarnya. Melalui masyarakat Bogor dan sekitarnya, sekolah menjalin interaksi sosial. Seperti halnya bicara Kota Bogor dengan Kebun Raya, Kebun Raya dengan rusa, hingga doclang dengan bumbu kacang-nya.
Sejalan dengan perkembangannya, Sekolah turut memunculkan beragam bentuk pemimpin. Pemimpin dengan kepemimpinannya itu yang menghubungkan interaksi yang interaktif. Cukup alasan dan pertimbangan bila memandang Sekolah Regina Pacis Bogor sebagai tempat pendidikan yang kuat dan hidup. Hal ini dapat dilihat dari interaksinya dengan masyarakat di lingkungannya.
Namun, harap dipahami dan disikapi, bahwa hubungan akrab membawa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan, hubungan yang terjalin sungguh bersahabat. Di dalam posisi ini, sekolah menjadi kuat posisi dan akarnya pada masyarakat di lingkungannya.
Seturut dengan kelebihan dan kelemahannya adalah, Sekolah Regina Pacis Bogor bisa terbawa pasif oleh lingkungannya. Bahkan diperburuk dengan hilangnya daya dampak dan energinya untuk bersikap terhadap masyarakat lingkungannya.
Repositioning
Repositioning ialah istilah dalam dunia pemasaran. Istilah ini lebih tepat apabila kegiatannya mengarah pada pemberian posisi atau makna baru pada brand yang sudah ada, dengan cara memperbaiki produk atau jasa yang ditawarkan tanpa mengubah nama brand.
Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2003: 205), repositioning adalah mengubah persepsi konsumen relasi brand menjadi kompetensi brand. Perusahaan melakukan repositioning untuk menyangga pertumbuhan permintaan pada saat pasar sedang melemah atau untuk mengoreksi kesalahan positioning.
Menurut Kertajaya (2004:96–105) ada beberapa alasan mengapa perusahaan perlu melakukan repositioning :
- Reaksi atas posisi baru pesaing
Rasanya pasti tidak enak jika brand terus diserang oleh pesaing.
Berdiam diri terhadap pergerakan pesaing, akan dikesankan ketidakmampuan atau kalah bersaing. Repositioning dilakukan saat positioning menjadi tidak unik dan tidak menunjukkan “kenapa” harus memilih brand kita dibanding pesaing. - Menggapai pasar baru
Sebuah brand seringkali memiliki pasar yang bagus, tetapi pasar yang bagus justru memancing masuknya pesaing – pesaing baru yang ramai menyerang pemain yang lama. Atau bisa saja sebuah brand merasa pasar yang selama ini dilayani sudah sulit berkembang, untuk itu perlu dipikirkan untuk menyasar segmen baru. Jika ingin menyasar segmen baru, apakah selalu harus menggunakan repositioning?
Pertimbangannya sederhana, setiap segmen tentu memiliki karakteristik yang berbeda, jika tetap menggunakan positioning lama untuk menyasar segmen baru, apakah cocok? Dapat dikatakan tidak. Untuk itu, jika berniat masuk ke pasar baru, lakukanlah repositioning. - Menangkap trend baru
Pasar tidak ada yang statis, selalu ada trend baru yang muncul.
Perkembangan tentu mengubah perilaku konsumen. Hal ini tentu memaksa untuk memikirkan kembali positioning brand saat ini. Analisa dengan baik apakah trend tersebut bertahan lama dan yang paling penting adalah apakah trend tersebut akan mengubah perilaku konsumen terhadap keputusan. Jika iya, maka harus dilakukan repositioning.
Repositioning baik diputuskan dengan penuh pertimbangan, karena jika ternyata tidak bisa dipenuhi, resikonya mengulang brand positioning lagi dan mengorbankan waktu dan biaya yang sudah banyak. Di sinilah letak kepemimpinan, “Ketika situasi darurat, penumpang yang membawa anak kecil harus memakai masker oksigen terlebih dahulu sebelum menolong anaknya”.
Sekolah Regina Pacis Bogor tidak bisa memimpin tanpa memastikan dirinya sehat secara mental. Semua perilaku dalam menghadapi krisis akan diamati dan dijadikan patokan bagi pesaing-pesaingnya.
Paling tidak, jiwa pemimpin perlu memberi isyarat bahwa dirinya hadir tidak sebagai lawan, melainkan dengan rasa peduli terhadap keadaan yang lain. Pemimpin harus peka terhadap perubahan yang meliputi emosi, penyebab penurunan kinerja, berkurangnya kepercayaan, dan lain sebagainya. Kepekaan ini dibutuhkan agar semuanya dapat saling memberi perhatian satu dan lainnya, yang sedang memerlukan dukungan emosional.
Menampilkan Kepemimpinan
Mengutip tulisan seorang guru di Canada, George Couros, “Belajar adalah penciptaan, bukan konsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh peserta didik, tetapi sesuatu yang diciptakan oleh peserta didik”.
Melalui kutipan di atas, diartikan bahwa beragam upaya pembelajaran, bisa jadi memang baru sampai tahap penyerapan dalam diri individu. Belum sampai tahap si pembelajar mengkreasikan hasil pembelajarannya.
Berhadapan dengan situasi seperti ini, sekolah – khususnya sekolah Katolik – melalui artikel 9 Gravissimus Educationis menekankan pentingnya sekolah memiliki peran untuk menyikapi perubahan zaman. Dalam konteks pendidikan di sekolah, pengajaran khususnya untuk tetap setia pada kebenaran dapat diwujudkan dalam bentuk pendidikan nilai kebenaran.
Setia pada kebenaran berarti setia pada kenyataan sebagaimana adanya.
Karena itu, aktivitas belajar mengajar perlu melatih dan membiasakan tumbuhnya keutamaan-keutamaan pengetahuan seperti ketelitian, kesabaran, ketekunan, kesaksamaan kerja, ketepatan, keterbukaan terhadap kritik, kejujuran, dan kerendahan hati untuk mengakui kekeliruan.
Di sini peran pendidik dapat menerapkan kepemimpinannya, diperlukan pendidik yang mampu menampilkan diri bahwa pendidikan bukan wadah penjejalan ilmu yang berbasis hafalan sehingga menyebabkan anak didik malas berpikir. Anak didik perlu dibimbing menyusun jawaban mengapa ia melakukan hal ini, dan bukan itu.
Lebih lanjut pendidik perlu meyakini bahwa dirinya mampu mendamping dan melatih anak didik untuk dapat menimbang secara kritis mana yang benar dan mana yang salah. Pendidik perlu terus merangsang/menstimulus anak didik agar tidak bosan berpikir dan mencari.
Karena itu, dalam seluruh proses pendidikan anak didik harus diperlakukan sebagai subjek. Artinya, anak didik diberi kebebasan menentukan diri dan kepercayaan untuk berimajinasi serta melakukan eksplorasi.
Santo Yohanes Paulus II pernah menasehati bahwa “cinta akan kebenaran harus diekspresikan dalam cinta akan keadilan dan dalam komitmen akhir untuk menegakkan kebenaran dalam kehidupan bermasyarakat.” Artinya, keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya, melawan ketidakadilan, dan menegakkan kebenaran dalam kehidupan bermasyarakat hanya dimiliki orang yang berkomitmen dan setia pada kebenaran.
Maka, apabila repositioning merupakan pilihan untuk dilakukan, diperlukan dukungan dan keterlibatan bersama. Tidak bisa menampilkan “semau gue” dalam mengambil komitmen dan setia pada kebenaran.
Hal ini dapat diawali oleh Sekolah Regina Pacis Bogor dalam interaksinya yang interaktif, maupun keakrabannya dengan masyarakat Bogor dan sekitarnya.
Selamat Ulang Tahun Sekolah Regina Pacis Bogor,
AD VERITATEM PER CARITATEM!
Penulis : Redemtus B. Gora & Rico Aditama
Editor : Scholastica P. Putri